MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE
DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL APLIKASI
KONSEP DIMENSI TIGA
Oleh :
Dra. Hj. Elis Sulastri, M.Pd.
( Guru SMK Negeri 2 Palembang)
A. PENDAHULUAN
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Struktur Kurikulum Kejuruan, pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilan, dan harus memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya, serta memiliki kemampuan mengembangkan diri.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi mata pelajaran matematika menyatakan bahwa salah satu tujuan pelajaran matematika SMK adalah agar para siswa SMK dapat, memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Untuk mampu memanfaatkan konsep matematika yang mendukung ke dalam mata pelajaran program produktif, dibutuhkan kemampuan mengaplikasikan konsep matematika dengan baik.
Geometri dimensi tiga merupakan salah satu bagian dari mata pelajaran matematika di sekolah. Geometri perlu dipelajari pada setiap jenjang pendidikan karena menurut Damai (dalam Sutrisno, 2002), pelajaran geometri mencakup latihan berpikir logis, kerja yang sistematis, menghidupkan kreativitas, serta dapat mengembangkan kemampuan berinovasi. Dalam pembahasan soal-soal geometri dimensi tiga bentuk soal-soal aplikasi, hanya beberapa siswa yang dapat menyelesaikan soal-soal tersebut dengan baik dan masih banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk menerapkan konsep apa yang akan digunakan untuk penyelesaian soal-soal tersebut. Kenyataan ini memberi isyarat bahwa tujuan pembelajaran matematika seperti yang digariskan dalam kurikulum SMK agar siswa dapat memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah belum tercapai.
Matematika merupakan salah satu pelajaran yang mendukung pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan kejuruan (program produktif), sehingga diharapkan dapat membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan kejuruannya. Siswa juga tidak menyadari bahwa kecakapan matematika yang ditumbuhkan dalam pembelajaran matematika, seperti penalaran, komunikasi, koneksi, dan pemecahan masalah, merupakan sumbangan matematika kepada pencapaian kecakapan hidup (life skill) yang sangat dibutuhkan siswa dalam dunia nyata tempat ia hidup dan bermasyarakat.
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru menerapkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal.
Pada proses pembelajaran guru perlu untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses pembelajarannya. Siswa dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan siswa dapat menyelesaikan soal-soal dalam bentuk aplikasi dan dapat meningkatkan kemampuan pengetahuannya. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran Learning Cycle. Learning Cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif.
B. MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE
1. MODEL PEMBELAJARAN
Menurut Sudrajat (2008) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya (Dahlan dalam Taufiq, 2009).
Syah (2000) menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan blue print mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk dijadikan pedoman perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi belajar. Dalam model pembelajaran tersebut dapat terlihat tahap-tahap kegiatan guru dan siswa yang dikenal dengan istilah syntax pembelajaran. Komponen utama yang secara langsung membentuk model pembelajaran adalah materi subjek yang dibahas, tujuan pembelajaran, sumber belajar, tingkat berpikir siswa, tahap-tahap pembelajaran, strategi dan teknik guru, serta alat evaluasi yang digunakan.
Sistem proses pemodelan dapat dilakukan dalam proses belajar mengajar matematika disemua tingkat sistem pendidikan. Garcia, et al. (2004) menyatakan, pemodelan yang menghubungkan suatu masalah seringkali dihubungkan dengan pengaplikasian masalah matematika dan aplikasi pemecahan masalah. Gravemeijer (Garcia, et al., 2004) menyatakan bahwa pemodelan dan aplikasi dapat dijadikan suatu alat bantu dalam pembelajaran, dan ini merupakan bingkai pendidikan matematika.
Blum (Garcia, et al., 2004) juga menyebutkan bahwa dasar kemampuan dan keahlian matematika harus dimiliki siswa. Konsekuensinya adalah proses belajar-mengajar hendaknya menggunakan pemodelan dan pengaplikasian sebagai cara terbaik saat mengintegrasikannya kedalam kurikulum matematika. Garcia, et al. (2004) menyimpulkan bahwa pemodelan menghubungkan antara masalah aplikasi matematika dengan kondisi real, atau dengan subjek lain yang sesuai dengan pemahaman matematika.
2. MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE
Learning Cycle (siklus belajar) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centre). Model pembelajaran Learning Cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. (Fajaroh, Fauziatul dan Dasna, 2008). Teori belajar yang mendukung pembelajaran dengan model Learning Cycle adalah teori belajar konstruktivisme (Wena, 2009). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Learning Cycle pada mulanya terdiri dari tiga tahap yaitu eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application). Learning Cycle menurut Karplus (dalam Simon, 1992) belajar secara konseptual berproses dari sebuah tahap eksplorasi menjadi tahap identifikasi konsep dan kemudian menuju kepada tahap aplikasi dimana gagasan-gagasan baru dipergunakan dan diperluas. Tahap aplikasi mendorong tingkat eksplorasi baru dan memulai siklus baru lagi. Implementasi Learning Cycle dalam pembelajaran menempatkan guru sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan (terutama pengembangan perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pemberian pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) sampai evaluasi.
Learning Cycle tiga fase saat ini telah dikembangkan dan disempurnakan menjadi 5 fase. Pada Learning Cycle 5 fase, ditambahkan tahap engagement sebelum exploration dan ditambahkan pula tahap evaluation pada bagian akhir siklus. Pada model ini, tahap concept introduction dan concept application masing-masing diistilahkan menjadi explaination dan elaboration. Karena itu Learning Cycle 5 fase sering dijuluki Learning Cycle 5E (Engagement, Exploration, Explaination, Elaboration, dan Evaluation) (Lorsbach, 2002).
Fase dalam Learning Cycle
Gambar 2.1 : Model pembelajaran Learning Cycle
Sumber : Anthony W. Lorsbach (2002)
Tahap dalam Pembelajaran Model Learning Cycle
a) Tahap Engage (Pembangkitan Minat). Tahap pembangkitan minat merupakan awal dari Learning Cycle (siklus belajar). Pada tahap ini, guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan minat dan keinginantahuan (curiosity) siswa tentang topik yang akan diajarkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tentang proses faktual dalam kehidupan sehari-hari (yang berhubungan dengan topik bahasan). Dengan demikian, siswa akan memberikan respon/jawaban, kemudian jawaban siswa tersebut dapat dijadikan pijakan oleh guru untuk mengetahui pengetahuan awal siswa tentang pokok bahasan. Kemudian guru perlu identifikasi ada/tidaknya kesalahan konsep pada siswa. Dalam hal ini guru harus membangun keterkaitan/perikatan antara pengalaman keseharian siswa dengan topik pembelajaran yang akan dibahas.
b) Tahap Explore. Eksplorasi merupakan tahap kedua model Learning Cycle (siklus belajar). Pada tahap eksplorasi dibentuk kelompok-kelompok kecil 3-5 siswa, kemudian diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil tanpa pembelajaran langsung dari guru. Dalam kelompok ini siswa didorong untuk menguji hipotesis dan atau membuat hipotesis baru, mencoba alternatif pemecahannya dengan teman sekelompok, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide atau pendapat yang berkembang dalam diskusi. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Pada dasarnya tujuan tahap ini adalah mengecek pengetahuan yang dimiliki siswa apakah sudah benar, masih salah, atau mungkin sebagian salah, dan sebagian benar.
c) Tahap Explain (Penjelasan). Penjelasan merupakan tahap ketiga Learning Cycle (siklus belajar). Pada tahap penjelasan, guru dituntut mendorong siswa untuk menjelaskan suatu konsep dengan kalimat/pemikiran sendiri, meminta bukti dan klarifikasi atas penjelasan siswa, dan saling mendengar secara kritis penjelasan antarsiswa atau guru. Dengan adanya diskusi tersebut, guru memberi definisi atau penjelasan tentang konsep yang dibahas, dengan memakai penjelasan siswa terdahulu sebagai dasar diskusi.
d) Tahap Elaborasi. Elaborasi merupakan tahap keempat Learning Cycle (siklus belajar). Pada tahap elaborasi siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru atau konteks yang berbeda. Dengan demikian, siswa akan dapat belajar secara bermakna, karena telah dapat menerapkan/mengaplikasikan konsep yang baru dipelajarinya dalam situasi baru. Jika tahap ini dapat dirancang dengan baik oleh guru maka motivasi belajar siswa akan meningkat. Meningkatnya motivasi belajar siswa tentu dapat mendorong peningkatan hasil belajar siswa.
e) Tahap Evaluasi. Evaluasi merupakan tahap akhir dari Learning Cycle (siklus belajar). Pada tahap evaluasi, guru dapat mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam menerapkan konsep baru. Siswa dapat melakukan evaluasi diri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti, dan penjelasan yang diperoleh sebelumnya. Hasil evaluasi ini dapat dijadikan guru sebagai bahan evaluasi tentang proses penerapan model Learning Cycle (siklus belajar) yang sedang diterapkan, apakah sudah berjalan dengan sangat baik, cukup baik, atau masih kurang. Demikian pula melalui evaluasi diri, siswa akan dapat mengetahui kekurangan atau kemajuan dalam proses pembelajaran yang sudah dilakukan.
Berdasarkan tahapan dalam model pembelajaran bersiklus, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali, menganalisis, mengevaluasi pemahamannya terhadap konsep yang dipelajari.
C. RANAH KOGNITIF
Menurut Benyamin Bloom dalam buku A Taxonomy of Educational Objectives (1956) Martinis dalam Iskandar (2009) taksonomi merupakan suatu metode klasifikasi tujuan pendidikan secara berjenjang dan progresif ke tingkat yang lebih tinggi. Tujuan pendidikan Bloom mengklasifikasi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Bloom mengklasifikasikan ranah kognitif yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual menjadi enam kategori, pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
Dari enam kategori ranah kognitif di atas sesuai dengan tingkatannya,ditekankan pada ranah kognitif yang ketiga yaitu aplikasi (penerapan). Aplikasi atau penerapan adalah kemampuan kognitif yang setingkat lebih tinggi dari pemahaman. Dalam jenjang kognitif aplikasi, seorang peserta didik diharapkan telah memiliki kemampuan untuk memilih, menggunakan, dan menerapkan dengan tepat suatu teori atau cara tertentu pada situasi baru. Menurut Bloom (dalam Iskandar, 2009), aplikasi (penerapan) merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Ini meliputi penerapan dalam hal-hal, seperti aturan, metode, konsep, teori, prinsip dan lain sebagainya. Untuk aplikasi atau penerapan ini peserta didik dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstraksi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar (Arikunto, 2009).
Sementara itu menurut Arikunto (2009) soal aplikasi adalah soal yang mengukur kemampuan peserta didik dalam mengaplikasikan (menerapkan) pengetahuannya untuk memecahkan masalah sehari-hari atau persoalan yang dikarang sendiri oleh penyusun soal dan bukan keterangan yang terdapat dalam pelajaran yang dicatat. Kata-kata operasional dalam soal-soal berbentuk aplikasi antara lain : mengubah, menghitung, mendemontrasikan, menemukan, memanipulasikan, memodifikasikan, mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, dan menggunakan.
D. KAITAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE DAN BENTUK SOAL-SOAL APLIKASI
Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya tampak adanya keterkaitan antara model pembelajaran Learning Cycle dan bentuk soal-soal aplikasi. Learning Cycle adalah belajar secara konseptual berproses dari sebuah tahap eksplorasi menjadi tahap identifikasi konsep dan kemudian menuju kepada tahap aplikasi dimana gagasan-gagasan baru dipergunakan dan diperluas. Dalam jenjang kognitif aplikasi, seorang peserta didik diharapkan telah memiliki kemampuan untuk memilih, menggunakan, dan menerapkan dengan tepat suatu teori atau cara tertentu pada situasi baru.
E. SUMBER
Lorsbach, Anthony W. The Learning Cycle`as tool for Planing Science Instruction (http://www.coe.iltsu.edu/scienceed/lorsbach/275Ircy.htm). [2 Desember 2009]
Lawson, A. E. (1998). Science Teaching and The Development of Thinking. Wadsworth Publishing Company
Permen Diknas. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta
Simon, Martin A. (1992). Learning Mathematics and Learning to Teach: Learning Cycles in Mathematics Teacher Education. Penn State University. (http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/custom/portlets/recordDetails/detailmini.jsp?_nfpb=true&_&ERICExtSearch_SearchValue_0=ED349174&ERICExtSearch_SearchType_0=no&accno=ED349174). [2 Januari 2010]
Sudrajat, Akhmad (2008). Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/). [2 Januari 2010]
Sutrisno, Joko. (2002). Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Dalam geometri Melalui Model Pembelajaran Investigasi Kelompok. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Syah, M. (2000). Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya
Wena, Made. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara