PROPOSAL
PTK
Oleh :
Elis Sulastri
PENINGKATAN KEMAMPUAN
SISWA MENYELESAIKAN SOAL-SOAL APLIKASI KONSEP DIMENSI TIGA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE
DI
KELAS XI SMKN 2 PALEMBANG
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan dan latihan dalam berbagai program keahlian yang disesuaikan dengan
kebutuhan lapangan kerja. Program keahlian tersebut dikelompokkan
menjadi bidang keahlian sesuai dengan kelompok dunia industri/dunia usaha
asosiasi profesi. Dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 tentang Struktur Kurikulum Kejuruan, pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan peserta
didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan
program kejuruannya. Agar dapat bekerja
secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilan,
mereka harus memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidang keahliannya dan
dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi,
dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya, serta memiliki
kemampuan mengembangkan diri. Struktur
Kurikulum Pendidikan Kejuruan dalam hal ini SMK diarahkan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Untuk mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan, mata pelajaran
di SMK dikelompokkan menjadi program normatif, adaptif, dan produktif. Program normatif adalah kelompok mata
pelajaran yang bertujuan untuk membentuk siswa menjadi manusia Indonesia
seutuhnya. Program adaptif adalah
kelompok mata pelajaran yang bertujuan untuk menyiapkan lulusan menjadi tenaga
kerja terampil dan memiliki bekal penunjang bagi penguasaan keahlian
profesi. Program produktif adalah
kelompok mata pelajaran yang berorientasi pada pekerjaan.
Kurikulum SMK berisi mata pelajaran
wajib, mata pelajaran kejuruan, muatan lokal, dan pengembangan diri. Matematika merupakan salah satu dari mata
pelajaran wajib dalam rumpun adaptif,
yaitu mata pendidikan dan latihan yang menjadi pendukung untuk kelompok mata
pendidikan dan latihan pada program produktif
(kejuruan). Pemberian pelajaran
matematika diharapkan tidak sekedar mengajarkan konsep matematika yang ada,
namun mampu memberikan dasar pada siswa saat memerlukan konsep-konsep
matematika untuk menyelesaikan permasalahan yang ada pada program
produktifnya. Matematika menjadi salah
satu ilmu yang diperlukan pada saat seseorang harus menyelesaikan permasalahan
yang membutuhkan analisa dan perhitungan.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi mata pelajaran matematika menyatakan bahwa salah satu
tujuan pelajaran matematika SMK adalah agar para siswa SMK dapat, memahami
konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan
konsep secara luwes, akurat, efesien,
dan tepat dalam pemecahan masalah. Untuk
mampu memanfaatkan konsep matematika yang mendukung ke dalam mata pelajaran
program produktif, dibutuhkan kemampuan mengaplikasikan
konsep matematika dengan baik.
Dalam
pembahasan soal-soal geometri dimensi dua bentuk soal-soal aplikasi, hanya
beberapa siswa yang dapat menyelesaikan soal-soal tersebut dengan baik dan
masih banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk menerapkan konsep apa yang
akan digunakan untuk penyelesaian soal-soal tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan pencapaian hasil
ulangan harian yang diperoleh pada kompetensi dasar menerapkan geometri dimensi
dua pada semester ganjil 2009/2010 siswa kelas XI Teknik Komputer jaringan
(TKJ) SMK Negeri 2 Palembang diperoleh rata-rata nilai 63,56 dan ketuntasan
belajar 65 % dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 61 pada skala 100. Dengan menggunakan standar tersebut secara
individu banyak siswa yang nilainya di bawah KKM artinya banyak siswa yang
belum tuntas, dan secara klasikal belum mencapai ketuntasan belajar 85 %. Dari hasil analisis ulangan harian tentang
menerapkan geometri dimensi dua yang menyebabkan rendahnya nilai siswa
penyebabnya adalah siswa belum bisa memahami konsep matematika apa yang akan
dipakai untuk penyelesaian soal-soal tersebut.
Kenyataan
ini memberi isyarat bahwa tujuan pembelajaran matematika seperti yang
digariskan dalam kurikulum SMK agar siswa dapat memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efesien, dan tepat
dalam pemecahan masalah belum tercapai.
Hal lain yang berkontribusi
menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika adalah masih banyak siswa SMK
yang beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit dan
membosankan. Padahal matematika
merupakan salah satu pelajaran yang mendukung pelajaran-pelajaran yang
berkaitan dengan kejuruan (program produktif), sehingga diharapkan dapat
membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan
kejuruannya. Siswa juga tidak menyadari
bahwa kecakapan matematika yang ditumbuhkan dalam pembelajaran matematika,
seperti penalaran, komunikasi, koneksi, dan pemecahan masalah, merupakan
sumbangan matematika kepada pencapaian kecakapan hidup (life skill) yang
sangat dibutuhkan siswa dalam dunia nyata tempat ia hidup dan bermasyarakat.
Penyebab
rendahnya prestasi belajar siswa berdasarkan hasil belajar di kelas adalah
kurangnya kreatif siswa dalam proses pembelajaran, kurangnya literatur belajar,
kurangnya latihan soal-soal dan kurangnya komunikasi antar siswa dan guru. Kurangnya latihan-latihan soal dikarenakan
(1) siswa belum memiliki pemahaman konsep yang
memadai sehingga tidak mengetahui konsep apa yang akan digunakan dalam
menyelesaikan soal-soal, (2) tidak adanya literatur yang dimiliki siswa karena siswa
hanya mengandalkan catatan dan latihan soal-soal yang diberikan oleh guru dalam
pembelajaran, (3) soal yang ditampilkan dianggab sulit bagi siswa karena perlu
pemahaman konsep matematika yang baik sedangkan siswa tidak memiliki
keterampilan memahami konsep matematika dan tidak dapat menghubungkan
antarkonsep yang digunakan dan bagaimana menerapkannya. Kurangnya komunikasi antar siswa dengan teman
atau dengan guru akibatnya menimbulkan perasaan malu karena siswa tidak tahu
atau takut kalau salah dalam menjawab soal.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka
diperlukan suatu solusi sehingga siswa mau belajar kreatif, mempelajari materi
dan konsep, mencoba latihan-latihan soal dan berkomunikasi antar siswa dengan
teman dan dengan guru. Hal ini seperti
yang dituangkan pada Bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005,
bahwa proses pembelajaran pada suatu pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik
peserta didik.
Proses pembelajaran yang diterapkan
peneliti selama ini hanya mentranfer pengetahuan kepada siswa dan masih
menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) sedangkan siswa mendengarkan, mencatat,
menerima saja apa yang disampaikan oleh guru dan cenderung pasif. Suasana kelas
juga masih didominasi oleh guru dan masih menekankan pada latihan mengerjakan
soal atau drill. Pembelajaran
seperti ini membuat siswa menjadi kurang aktif , tidak kreatif dan tidak dapat
bersikap kritis dalam proses pembelajaran, sehingga tidak ada minat dan
motivasi siswa untuk belajar. Hal ini
bertentangan dengan stándar proses (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007) yang
menyatakan bahwa pada proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi
dasar yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat dan perkembangan fsik serta psikologis peserta didik.
Agar
kesulitan yang dihadapi siswa dapat diatasi dan kemampuan siswa mengaplikasikan
konsep matematika dapat ditingkatkan, tentu dibutuhkan suatu model pembelajaran
yang tepat. Guru perlu untuk
menerapkan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses
pembelajarannya. Siswa dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran, sehingga
diharapkan dapat mengalikasikan konsep matematika dan
dapat meningkatkan kemampuan pengetahuannya. Upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang
melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model
pembelajaran Learning Cycle. Learning Cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Learning
Cycle merupakan rangkaian
tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa
dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran
dengan jalan berperanan aktif.
Model pembelajaran learning cycle merupakan salah satu model pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme yang pada mulanya terdiri dari tiga tahap
yaitu eksplorasi (exploration),
pengenalan konsep (concept introduction),
dan aplikasi konsep (concept application). Perbedaan penting yang ada di antara
ketiganya hanya pada tingkat usaha siswa untuk mendeskripsikan sifat-sifat atau
menggeneralisasikan secara eksplisit dan menguji hipotesis alternatif, (Lawson,1998). Tiga siklus tersebut saat ini berkembang menjadi lima tahap yang terdiri
dari engagement, exploration, explaination,
elaboration, dan evaluation (Lorsbach, 2002).
Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul ” PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA MENYELESAIKAN SOAL-SOAL APLIKASI
KONSEP DIMENSI TIGA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE DI KELAS XI SMKN
2 PALEMBANG
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah, “Apakah model
pembelajaran Learning Cycle dapat
meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal aplikasi konsep dimensi
tiga di kelas XI TKJ SMKN 2 Palembang?”.
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar
belakang dan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan :
Untuk meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan
soal-soal aplikasi konsep dimensi tiga melalui model pembelajaran Learning Cycle di
kelas XI Teknik Komputer Jaringan (TKJ) SMKN 2 Palembang.
D.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian
dari tindakan kelas ini diharapkan memberi manfaat yang berarti bagi siswa,
guru, dan sekolah. Adapun manfaat yang diharapkan adalah :
- Bagi siswa :
Penelitian
ini sangat bermanfaat bagi siswa, berkembang
daya kreatifitas dan inovasinya. Dapat meningkatkan berpikir kritis serta
meningkatkan kemampuan siswa
meningkatkan
potensi dirinya dalam mengaplikasikan konsep yang ada dalam matematika.
- Bagi guru :
Melalui
pembelajaran Learning Cycle diharapkan
dapat memberi variasi dan sebagai alternatif model pembelajaran yang efektif
sehingga dapat mengembangkan pola berpikir siswa dan meningkatkan kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal-soal bentuk aplikasi.
- Bagi sekolah :
Penelitian ini dapat memberikan
masukan yang baik bagi sekolah untuk selalu mengadakan pembaharuan, memajukan program
sekolah pada umumnya kearah yang lebih baik.
II.
KAJIAN PUSTAKA
A.
Kemampuan Mengaplikasikan Konsep
Matematika
1.
Kemampuan Aplikasi
Menurut Bloom (dalam Iskandar, 2009), aplikasi
(penerapan) merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi
yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai
masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Ini meliputi penerapan dalam hal-hal, seperti
aturan, metode, konsep, teori, prinsip dan lain sebagainya. Untuk aplikasi atau penerapan ini siswa
dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstraksi
tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk
diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar. (Arikunto,
2009)
2. Konsep Matematika
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, konsep diartikan sebagai ide atau pengertian yang diabstrakkan dari
peristiwa konkret. Menurut Shadiq
(2008), konsep adalah suatu ide
abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan
menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide
abstrak tersebut.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika diartikan sebagai ilmu tentang
bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan
dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
Menurut Shadiq (2008), matematika
adalah ilmu yang membahas pola atau keteraturan (pattern) dan tingkatan (order),
matematika dapat dilihat sebagai bahasa yang menjelaskan tentang pola, baik
pola di alam dan maupun pola yang ditemukan melalui pikiran. Pola-pola tersebut
bisa berbentuk real (nyata) maupun berbentuk imajinasi, dapat dilihat atau hanya dalam bentuk mental
(pikiran), statis atau dinamis, kualitatif atau kuantitatif, asli berkait
dengan kehidupan nyata sehari-hari atau tidak lebih dari hanya sekedar untuk
keperluan rekreasi.
Menurut Shadiq (2008), pertanyaan
mengenai “Apakah matematika itu?” dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung
kapan pertanyaan itu dijawab, dimana dijawab, siapa yang menjawab, dan apa saja
yang dipandang termasuk dalam matematika. Ada yang menyebut bahwa matematika
itu merupakan bahasa simbol; matematika adalah bahasa numerik; matematika
merupakan metode berpikir logis; matematika adalah ilmu tentang bilangan dan
ruang; matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk dan
struktur.
Berdasarkan
definisi konsep dan matematika, dapat digambarkan bahwa konsep matematika
merupakan ide, pengertian, hubungan pola, prosedur operasional, rumus, teori,
aturan dari elemen yang ada dalam matematika yang dapat diterapkan secara umum.
3. Kemampuan Mengaplikasikan Konsep Matematika
Pada tahap awal, matematika terbentuk dari
pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris, karena matematika sebagai
aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah
secara analitis dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur kognitif,
sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika. Agar konsep-konsep matematika yang telah
terbentuk itu dapat dipahami orang lain dan dapat dengan mudah diterima
dimanipulasi secara tepat, maka digunakan notasi dan istilah yang cermat yang
disepakati bersama secara global (universal) yang dikenal dengan bahasa
matematika.
Untuk mampu menggunakan (selanjutnya
disebut mengaplikasikan) konsep matematika dalam menyelesaikan permasalahan
matematika ataupun diluar matematika, dibutuhkan kreativitas dan penalaran yang
baik. Suryadi (2005) mendefinisikan
kreativitas sebagai kemampuan untuk mengungkap hubungan-hubungan baru, melihat sesuatu dari sudut pandang baru, dan
membentuk kombinasi baru dari dua konsep atau lebih yang sudah dikuasai
sebelumnya. Ruseffendi dalam Laily
(2007) mendefinisikan aspek mengaplikasikan berkenaan dengan kemampuan seseorang
menerapkan apa yang telah diperolehnya, seperti abstraksi, generalisasi,
aturan, dan yang lainnya kepada situasi baru, dimana untuk menerapkan secara
langsung itu belum ada aturan, rumus, dan semacamnya yang tersendiri, harus
menggabungkannya.
Saat
mengaplikasikan konsep matematika ke dalam permasalahan yang ada, seseorang
harus paham dengan permasalahan, tahu cara memecahkan masalah tersebut, bisa
mengkomunikasikan ide-ide yang terdapat dalam pikirannya, mampu menggunakan
nalar untuk memperkirakan proses solusinya, dan mampu menghubungan satu konsep
dengan konsep lainnya dalam matematika.
Masing-masing kemampuan dasar matematika tersebut memiliki indikator
sendiri sebagai petunjuk.
Tentu
tidak semua indikator dalam kemampuan dasar matematika digunakan secara
bersamaan ketika siswa hendak mengaplikasikan konsep matematika dalam
menyelesaikan permasalahan yang ditemui. Beberapa indikator pada kemampuan
dasar matematika seperti:
- Mengidentifikasikan kecukupan data dan bisa memanfaatkannya untuk menyelesaikan persoalan.
- Menyatakan situasi yang ada dalam permasalahan ke dalam model matematika.
- Memperkirakan proses solusi
- Memilih dan menerapkan strategi dan rumus atau konsep untuk menyelesaikan masalah. Ketika proses memilih dan menerapkan strategi dan rumus atau konsep untuk menyelesaikan masalah, di dalamnya terjadi pula proses :
1). Mengaitkan satu konsep/ prinsip dengan
konsep/ prinsip lainnya yang mungkin secara bersama-sama digunakan untuk
menyelesaikan persoalan dalam satu situasi dan menentukan konsep mana yang
lebih dulu digunakan dalam suatu prosedur penyelesaian permasalahan.
2).
Menerapkan hubungan antar topik matematika dan antar topik matematika dengan
topik yang mungkin di luar matematika (jika perlu).
Indikator kemampuan dasar matematika tersebut
diperkirakan perlu dimiliki siswa ketika hendak mengaplikasikan konsep
matematika untuk menyelesaikan permasalahan yang ditemui. Selanjutnya kemampuan
mengaplikasikan konsep matematika yang dimaksud dalam studi ini terbatas pada
indikator-indikator tersebut.
B.
Model Pembelajaran
1.
Model
Pembelajaran
Menurut
Sudrajat (2008) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran
yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh
guru. Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu rencana
atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran
dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting
lainnya (Dahlan dalam Taufiq, 2009).
Syah (2000) menyatakan bahwa model
pembelajaran merupakan blue print
mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk dijadikan pedoman perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi belajar. Dalam model pembelajaran tersebut dapat
terlihat tahap-tahap kegiatan guru dan siswa yang dikenal dengan istilah syntax pembelajaran. Komponen utama yang secara langsung membentuk
model pembelajaran adalah materi subjek yang dibahas, tujuan pembelajaran,
sumber belajar, tingkat berpikir siswa, tahap-tahap pembelajaran, strategi dan
teknik guru, serta alat evaluasi yang digunakan.
Sistem
proses pemodelan dapat dilakukan dalam proses belajar mengajar matematika
disemua tingkat sistem pendidikan. Garcia, et
al. (2004) menyatakan, pemodelan yang menghubungkan suatu masalah
seringkali dihubungkan dengan pengaplikasian masalah matematika dan aplikasi
pemecahan masalah. Gravemeijer (Garcia, et
al., 2004) menyatakan bahwa pemodelan dan aplikasi dapat dijadikan suatu
alat bantu dalam pembelajaran, dan ini merupakan bingkai pendidikan matematika.
Blum (Garcia, et al., 2004) juga menyebutkan bahwa dasar kemampuan dan keahlian
matematika harus dimiliki siswa. Konsekuensinya adalah proses belajar-mengajar
hendaknya menggunakan pemodelan dan pengaplikasian sebagai cara terbaik saat
mengintegrasikannya kedalam kurikulum matematika. Garcia, et al. (2004) menyimpulkan bahwa pemodelan menghubungkan antara
masalah aplikasi matematika dengan kondisi real, atau dengan subjek lain yang sesuai
dengan pemahaman matematika.
2.
Model Learning
Cycle
Learning
Cycle (siklus belajar) adalah
suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centre). Model pembelajaran Learning Cycle merupakan rangkaian dari
tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa
dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran
dengan jalan berperanan aktif. (Fajaroh,
Fauziatul dan Dasna, 2007). Model pembelajaran Learning Cycle merupakan
salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dimana siswa
sendiri yang mengkontruksi pemahamannya.
Learning
Cycle pada mulanya terdiri
dari tiga tahap yaitu eksplorasi (exploration),
pengenalan konsep (concept introduction),
dan aplikasi konsep (concept application). Learning Cycle menurut Karplus (dalam Simon, 1992) belajar secara konseptual berproses
dari sebuah tahap eksplorasi menjadi tahap identifikasi konsep dan kemudian
menuju kepada tahap aplikasi dimana gagasan-gagasan baru dipergunakan dan
diperluas. Tahap aplikasi mendorong tingkat eksplorasi baru dan memulai siklus
baru lagi. Learning Cycle dapat memperluas dan
meningkatkan taraf berpikir. Model ini
pertama kali dikemukakan oleh Science
Curriculum Improvement Study (CSIS)
USA pada tahun 1970 (Lawson, 1998). Tiga siklus tersebut saat ini berkembang menjadi lima tahap yang terdiri
dari engagement, exploration,
explaination, elaboration, dan evaluation) (Lorsbach, 2002).
Tabel 1
Fase dalam Learning
Cycle
Sumber : Anthony W. Lorsbach (2002)
Model Learning Cycle berdasarkan pendapat Anthony W. Lorsbach
Engage
|
Explore
|
Explain
|
Extend
|
Evaluasi
|
Kegiatan Guru :
· Menciptakan
minat siswa untk belajar
· Membangkitkan
rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari
· Menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan
Siswa :
Dihadapkan pada pertanyaan mengapa hal ini bisa
terjadi
|
Kegiatan Siswa :
Melakukan eksplorasi terhadap suatu objek
kemudian mengajukan prediksi dan menguji hipotesis, melakukan diskusi
kelompok, membuat kesimpulan sementara
Guru :
Sebagai fasilitator
|
Kegiatan Siswa :
Menjelaskan konsep dengan kata-kata mereka
sendiri, menanya-kan bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka,
mendengarkan penjelasan dari siswa lain dalam kegiatan diskusi kelas, membuat
kesimpulan (menerima, menolak, atau merevisi hipotesis)
|
Kegiatan Siswa :
Konsep-konsep yang relevan dan pola-pola
penalaran yang terlibat didiskusikan, diterapkan pada situasi lain
|
Kegiatan Guru:
Mengevaluasi setiap fase-fase sepanjang
pembelajaran.
|
3.
Fase-fase
dalam Learning Cycle adalah :
- Fase Engage : pada fase ini kita akan menciptakan minat dan membangkitkan rasa ingin tahu siswa pada topik yang ingin dipelajari, menimbulkan pertanyaan dan mendatangkan respon dari siswa yang akan memberikan gambaran dari apa yang telah mereka ketahui. Ini merupakan kesempatan yang baik untuk mengidentifikasi kesalahpahaman pemahaman siswa. Selama fase ini, siswa akan dihadapkan pada pertanyaan (mengapa hal ini bisa terjadi? Bagaimana cara kita untuk mengetahuinya?)
b.
Fase
Explore : selama fase ini siswa
diberi peluang untuk bekerja sama tanpa bimbingan langsung dari guru. Guru berperan sebagai fasilitator, membantu
siswa menyusun pertanyaan-pertanyaan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan. Berdasarkan teori Piaget, ini merupakan fase
ketidakseimbangan. Pola pikir siswa
masih acak (membingungkan). Hal ini
merupakan kesempatan bagi siswa untuk mengajukan prediksi dan hipotesis atau
mendiskusikan alternative lain dengan teman sekelompoknya, mencatat hasil
pengamatan dan menunda keputusan.
c.
Fase
Explain : pada fase ini siswa
didorong untuk menjelaskan konsep dengan kata-kata mereka sendiri, menunjukkan
bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, mendengarkan penjelasan siswa
lain dengan kritis. Siswa harus
menggunakan catatan pengamatan dan pengalaman siswa sebelumnya sebagai dasar
dari diskusi.
d.
Fase
Extend : pada fase ini siswa
menerapkan konsep dan keterampilan yang telah mereka kuasai dalam situasi yang
baru atau hampir sama. Guru mendorong
untuk memberikan alternatif dan mempertimbangkan data yang ada dan bukti yang
mereka selidiki dalam situasi yang baru.
Strategi explorasi juga diterapkan di sini karena siswa akan menggunakan
informasi sebelumnya untuk menjawab pertanyaan, mengajukan solusi, membuat
keputusan, eksperimen, dan mencatat pengamatan.
e.
Fase
Evaluasi : evaluasi dilakukan
pada setiap fase, artinya dilakukan pada sepanjang pengalaman belajar. Guru perlu mengamati pengetahuan dan
keterampilan siswa dalam mengaplikasikan konsep , dan perubahan pola berpikir
siswa. Siswa perlu menilai dirinya
sendiri. Guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan pengamatan
bukti, dan penjelasan yang telah diterima sebelumnya. Dengan demikian siswa akan terdorong
melakukan penyelidikan yang lebih lanjut dimasa yang akan datang.
C. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran dengan
Model Learning Cycle
Teori belajar
yang mendukung pembelajaran dengan model
Learning Cycle adalah teori
belajar konstruktivisme. Model pembelajaran Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme
dimana siswa sendiri yang mengkontruksi pemahamannya. Teori
konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi
sesuai. Bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan
masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah
dengan ide-ide. Teori ini berkembang
dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori
psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2009).
Piaget menurut
Suparno dalam Taufiq (2009) adalah seorang psikolog pertama yang menggunakan
filsafat konstruktivisme dalam proses belajar, ia mengatakan bahwa teori
pengetahuan itu pada dasarnya adalah teori adaptasi pikiran ke dalam suatu
realita, seperti organisme beradaptasi ke dalam lingkungannya. Adaptasi menurut piaget adalah merupakan keseimbangan
antara asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru ke
dalam pikiran, sedangkan akomodasi
adalah penyusunan kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru,
sehingga informasi itu mempunyai tempat.
Belajar pada dasarnya adalah proses asimilasi dan
akomodasi yang selalu dilakukan sampai terjadi keseimbangan antara
keduanya. Terjadinya keseimbangan itu
diberi istilah “equilibration”. Belajar tidak hanya menerima informasi dan
pengalama baru, tetapi juga terjadi proses penyusunan kembali informasi dan
pengalaman lamanya untuk mengakomodasi informasi dan pengalaman baru. Asimilasi dan akomodasi
merupakan dua aspek dari proses yang sama.
Kedua proses itu adalah dua aktivitas mental yang pada dasarnya meupakan
proses yang melibatkan interaksi antara pkiran dan kenyataan, siswa menstruktur
hal-hal yang ada dalam pikirannya, namun tergantung pada bagaimana hal-hal itu
ada di dalam realita. Kesimpulannya belajar tidak hanya mengubah
informasi dan pengalaman sebelumnya tetapi informasi dan pengalaman sebelumnya
dimodifikasi untuk mengasimilasi-akomodasi informasi dan pengalaman baru.
Menurut
Kholil (2009), apabila pembelajaran berpijak pada teori Piaget, maka tujuan
utama pendidikan harus dipandang sebagai usaha untuk mengembangkan kemampuan
intelektual dan menunjukkan kepada
siswa cara efektif untuk mengembangkan
kapasitas intelektualnya. Proses pembelajaran
harus berpusat pada siswa dan penemuan
sendiri, siswa dipandang sebagai subjek belajar yang diberi kesempatan untuk medapatkan pengalaman
belajar sangat berguna bagi perkembangan pengetahuannya. Pembelajaran harus dirancang dengan menciptakan pembelajaran
yang aktif dan konstruktif. Siswa diberi
kesempatan untuk bereksperimen atau
mencoba sendiri, peranan guru hanya membantu siswa untuk membimbing siswa
supaya bisa mengkonstruksi sendiri pemahamannya akan suatu objek atau membentuk
skema-skema melalui proses equilibrasi.
1. Pengertian dan Tujuan Konstruktivisme
Konstruksi berarti bersifat membagun, dalam konteks filsafat pendidikan,
kostruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern. Menurut Tran Vui dalam Riyanto
(2009), kostruktivime adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan
bahwa dengan merefleksikan pengalaman-pengalaman sendiri. Konstruktivime mempunyai beberapa tujuan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
- Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
- Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya.
- Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
- Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
2.
Prinsip-prinsip
Konstruktivisme
Menurut Riyanto (2009), prinsip-prinsip konstruktivisme
ada lima, yaitu :
- Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
Prinsip ini adalah memberikan permasalahan yang relevan
dengan siswa. Fokus pada apa yang menarik bagi siswa dan penggunaan pengetahuan
awal atau sebelumnya sebagai titik awal. Hal ini dapat membantu siswa untuk
lebih termotivasi dan terlibat dalam belajar. Pertanyaan-pertanyaan
relevan yang ditujukan kepada siswa akan memaksa para siswa untuk
mempertimbangkan dan mempertanyakan pemikiran serta konsep mereka.
- Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
Prinsip ini adalah mengorganisasi pembelajaran pada
konsep-konsep utama. Hal ini merujuk pada perancangan pelajaran pada ide
dan konsep utama daripada memberikan kepada siswa topik-topik terpisah dan
tanpa kesamaan yang mungkin atau tidak saling berkaitan. ”Penggunaan
konsep-konsep yang luas mengundang tiap siswa untuk berpartisipasi tanpa
memperhatikan perbedaan gaya individu, temperamen dan karakter.
- Mencari dan menilai pendapat siswa
Prinsip ini adalah mencari dan menilai sudut pandang siswa.
Prinsip ini memberikan keleluasaan pada proses berpikir dan kemampuan
berpikir bagi siswa. Hal ini juga dapat menantang siswa untuk membuat proses
pembelajaran lebih bermakna. Untuk mencapai hal ini, guru harus memiliki
kemauan untuk mendengarkan siswa dan menyediakan kesempatan agar hal ini
bisa terjadi di kelas.
- Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa
Prinsip ini adalah menyesuaikan kurikulum sesuai dengan
keyakinan-keyakinan yang dimiliki siswa. Menyesuaikan tugas-tugas kurikulum
yang berkaitan dengan keyakinan-keyakinan siswa merupakan tujuan dari tuntutan
kognitif yang tersirat dalam tugas-tugas khusus (di kurikulum) dan ciri
dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh siswa yang terlibat dalam
tugas-tugas tersebut.
- Menilai belajar siswa dalam konteks pembelajaran
Prinsip terakhir adalah menilai belajar siswa dalam konteks
pembelajaran. Hal ini merujuk pada ketidakterkaitan yang lama ada antara
konteks pembelajaran dengan penilaian (assesment). Penilaian otentik
dapat dilakukan dengan baik melalui pengajaran; interaksi siswa dengan guru,
siswa dengan siswa serta mengobservasi siswa dalam tugas-tugas yang bermakna.
Secara
garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar
mengajar adalah:
- Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial.
- Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
- Murid aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
- Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
- Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
- Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
- Mencari dan menilai pendapat sisiwa.
- Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
- Menilai belajar siswa dalam konteks pengajaran.
Menurut teori konstruktivis ini, satu
prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak
hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk
proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan
ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang
membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang
harus memanjat anak tangga tersebut (Nur dalam Trianto, 2009). Tujuan pembelajaran konstruktivistik ini ditentukan
pada bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut
aktifitas kreatif produktif dalam konsteks nyata yang mendorong siswa untuk
berfikir.
3.
Ciri-Ciri
Pembelajaran Secara Konstruktivisme
Adapun ciri-ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah
(Riyanto, 2009):
- Memberi peluang kepada siswa membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
- Menyokong pembelajaran secara kooperatif.
- Menggalakkan dan menerima serta autonomi siswa.
- Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
- Menggalakkan kecerdasan siswa melalui kajian dan eksperimen.
D. Tinjauan Materi Kurikulum SMK
1. Matematika dalam Kurikulum SMK
Dalam Permen No. 22 (2006) Matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini
dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar,
analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta
teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Menurut Soedjadi (dalam Uno, 2007) memandang
matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif. Matematika mencapai kekuatannya melalui
simbol-simbol, tata bahasa, dan kaidah bahasa (syntax) pada dirinya, serta mengembangkan pola berpikir kritis,
aksiomatik, logis dan deduktif.
Matematika merupakan sarana komunikasi
sains tentang pola-pola yang berguna untuk melatih berfikir logis, kritis,
kreatif dan inovatif. Oleh karena itu hampir semua negara
menempatkan Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang penting bagi
pencapaian kemajuan negara bersangkutan. Mata pelajaran Matematika perlu
diberikan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta
didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti,
dan kompetitif.
Penguasaan mata pelajaran Matematika
memudahkan peserta didik untuk melatih berfikir logis, analitis, sistematis, kritis,
kreatif dan inovatif yang difungsikan untuk mendukung pembentukan kompetensi
program keahlian. Dengan mengajarkan
Matematika diharapkan peserta didik dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari dan mengembangkan diri di bidang keahlian dan pendidikan pada tingkat
yang lebih tinggi.
2.
Tujuan Pelajaran Matematika di SMK
Dalam Permen No. 22 (2006) Mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
a. Memahami konsep Matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
e. Menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah
f. Menalar secara logis dan kritis serta
mengembangkan aktivitas kreatif dalam memecahkan masalah dan mengkomunikasikan
ide. Di samping itu memberi kemampuan untuk menerapkan Matematika pada setiap
program keahlian.
3.
Ruang Lingkup Mata Pelajaran
Matematika SMK
Ruang lingkup mata pelajaran
Matematika meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
a. Operasi bilangan dan aproksimasi
b. Persamaan, pertidaksamaan, dan matriks
c. Logika matematika dan trigonometri
d. Fungsi, barisan, dan deret
e. Geometri dimensi dua dan dimensi tiga
f. Vektor
g.
Statistika
h. Kalkulus
Geometri dimensi tiga merupakan salah satu ruang lingkup mata
pelajaran Matematika di SMK. Dalam hal
ini peneliti akan mengambil kompetensi dasar mengidentifikasi bangun ruang dan unsur-unsurnya,
menghitung luas permukaan bangun
ruang, dan menerapkan
konsep volume bangun ruang.
E. Model Learning Cycle dalam Pembelajaran Matematika
Fajaroh (2008)
mengatakan bahwa Learning Cycle
merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian
rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai
dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Model pembelajaran Learning Cycle dapat dilakukan dalam pembelajaran matematika
seperti yang telah dilakukan Jale, dkk (2004) dalam melakukan penentuan nilai
pi
3,14 pada sekolah menengah di Malaysia dengan cara
melakukannya dengan fase-fase mulai engagement, exploration, explaination,
elaborasi, dan evaluasi. Hal ini sangat
sejalan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dihembuskan
sejak tahun 2006 menuntut bahwa guru hendaknya di dalam melakukan proses
pembelajaran bisa membuat anak menuangkan ide dan dapat berpikir kreatif dan
juga dapat mengexplorasi pengetahuan
yang dimiliki dengan caranya sendiri. Sesuai dengan Permen No. 41 Tahun 2007, kegiatan pembelajaran dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi,
elaborasi, dan konfirmasi.
F.
Hipotesis
Hipotesis dari
penelitian ini adalah :
Model pembelajaran Learning Cycle dapat meningkatkan
kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal aplikasi konsep dimensi tiga di kelas
XI TKJ SMKN 2 Palembang.
III. Metode
Penelitian
A.
Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri
2 Palembang, dan subjek penelitian adalah siswa kelas XI Teknik Komputer
Jaringan 1 (TKJ 1) semester 2 tahun
pelajaran 2009/2010.
B.
Prosedur
Penelitian
Menurut Kemmis dan Mc Taggart dalam
Kusnandar (2008), penelitian tindakan kelas dilakukan melalui proses yang
dinamis dan komplementari yang terdiri dari empat “momentum” esensial, yaitu
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Arikunto (2007) menyatakan bahwa
penelitian tindakan kelas dapat dilaksanakan melalui empat langkah utama yaitu perencanaan,
tindakan, observasi, dan refleksi. Empat
langkah utama yang saling berkaitan itu dalam pelaksanaan penelitian tindakan
kelas sering disebut dengan istilah satu siklus. Keempat langkah tersebut membentuk sebuah
siklus yang beruntun dan selanjutnya kembali ke langkah semula. Banyaknya siklus dalam penelitian tindakan
kelas tidak dibatasi secara pasti. Namun
penelitian tindakan kelas maksimal dilakukan dalam dua siklus untuk dapat
mengambil kesimpulan. Apabila pada
siklus kedua peneliti belum memperoleh hasil yang diharapkan, maka dapat
dilanjutkan ke siklus berikutnya hingga peneliti merasa puas terhadap hasil yang
diperoleh. Jika peneliti sudah merasa
puas dengan hasil yang dicapai maka peneliti dapat menghentikan penelitian
tindakan kelas tersebut.
Proses siklus tindakan
secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
Sumber : Suharsimi Arikunto (2007)
Tahap-tahap dalam penelitian tindakan kelas :
1.
Perencanaan
Perencanaan
adalah mengembangkan rencana tindakan yang secara kritis untuk meningkatkan apa
yang telah terjadi.
Tahap perencanaan dalam penelitian meliputi :
a.
Orientasi kelas :
·
Membagi siswa yang berjumlah 40 orang menjadi 8
kelompok yang heterogen.
b.
Membuat persiapan administrasi pembelajaran, meliputi :
·
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
disusun berdasarkan silabus.
·
Membuat alat evaluasi hasil belajar berupa tes
yang diberikan pada tiap-tiap akhir siklus.
·
Membuat rubrik nilai tes hasil belajar.
c.
Menyiapkan peralatan yang diperlukan dalam
pembelajaran.
·
Menyiapkan Buku Siswa dan instrument penilaian
yang mengacu pada model pembelajaran Learning
Cycle.
·
Menyiapkan media pembelajaran berupa
kerangka-kerangka bangun ruang.
2.
Pelaksanaan
Tindakan
Melaksanakan
rencana pembelajaran model Learning Cycle
dengan menggunakan buku siswa dan media
kerangka bangun-bangun ruang.
3.
Pengamatan (Observasi)
Pada saat
pembelajaran, peneliti dibantu oleh dua orang guru matematika sebagai teman
sejawat selaku observer terhadap jalannya proses pembelajaran. Pengamatan difokuskan pada saat siswa
mengerjakan Buku Siswa. Bagaimana mereka
mengeksplor pengetahuan yang telah dimiliki untuk memahami konsep baru dalam
diskusi dengan sesama kelompoknya sesuai dengan indikator kemampuan siswa
mengaplikasikan konsep matematika.
4.
Refleksi
Kegiatan ini terdiri dari beberapa
siklus, dari tiap akhir siklus dilihat apakah target
penelitian
tercapai atau belum. Kalau belum
tercapai, maka perlu dilanjutkan ke siklus
berikutnya. Refleksi inilah yang dijadikan acuan untuk
menentukan langkah-langkah dalam siklus berikutnya.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam
peneltian ini adalah data hasil belajar.
Data hasil belajar diperoleh dengan memberikan tes pada akhir pertemuan setelah menempuh
tiap-tiap siklus. Tes yang diberikan berupa soal-soal bentuk aplikasi konsep
dimensi tiga. Tes dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa
mengaplikasikan konsep matematika setelah memperoleh pembelajaran dengan
penerapan model Learning Cycle.
D. Validasi Data
Menurut
Kusnandar (2008) suatu penelitian yang baik dan terpercaya adalah penelitian
yang dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah dan metodologi yang sesuai
dengan standar ilmiah. Salah satu cara
untuk melihat derajat kepercayaan suatu penelitian adalah dengan melihat
validitas dan kredibilitas penelitian.
Penelitian tindakan kelas yang tergolong bertradisi kualitatif dengan
sifatnya yang deskriptif dan naratif memiliki cara-cara tersendiri dalam
melakukan validitas dan kredibilitas.
Validasi menunjuk pada derajat keterpercayaan terhadap proses dan hasil
PTK, sedangkan reliabilitas menunjuk pada sejauh mana kajian dapat direplikasi, artinya apakah
seorang peneliti dengan menggunakan metode yang sama akan mendapatkan hasil
yang sama seperti kajian terdahulu.
Validasi dalam penelitian ini adalah Validasi perangkat pembelajaran. Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu
dilakukan validasi terhadap perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan Buku Siswa oleh pakar.
Kemudian dicobakan pada kelompok kecil siswa (small group).
Validasi difokuskan pada
dua karakteristik, yaitu :
1) Validasi Isi (Content Validity)
Apakah RPP dan Buku Siswa
sudah sesuai dengan :
·
Standar
Kompetensi,
·
Kompetensi
Dasar,
·
Indikator
pembelajaran,
·
Materi
Pembelajaran.
2) Validasi Konstruksi (construct Validity)
Apakah kalimat-kalimat
perintah untuk mengaplikasikan konsep matematika dalam RPP dan Buku Siswa sudah
sesuai dengan model pembelajaran Learning
Cycle.
E. Analisis Data
Untuk mengetahui peningkatan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal aplikasi konsep dimensi tiga
melalui model pembelajaran Learning Cycle
dilakukan tes hasil belajar. Data hasil belajar yang diperoleh berdasarkan
tes tertulis dalam bentuk uraian menggunakan skala 0 s.d.100. Adapun kriteria hasil belajar ini adalah
kemampuan menyelesaikan soal-soal aplikasi.
Untuk mengetahui peningkatan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal aplikasi adalah :
Pertama,
dengan menghitung rata-rata dan nilai ketuntasan belajar siswa.
Tabel 2
Tabel Kerja Pengolahan Hasil Belajar
|
Siklus I
|
Siklus II
|
||
Rata-rata
|
Ketuntasan
|
Rata-rata
|
Ketuntasan
|
|
Hasil Belajar
|
|
|
|
|
Kedua, analisis data dilakukan pada tingkat perkembangan
hasil belajar dari siklus ke siklus dengan didasarkan nilai kognitif.
F. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam
penelitian ini adalah ketuntasan klasikal yang diperoleh mencapai ≥ 85 % siswa
memiliki kemampuan menyelesaikan soal-soal aplikasi konsep dimensi tiga dengan kategori
baik dan sangat baik.
IV.
Daftar Pustaka
Abdurahman,
M. (2000). Matematika SMK Tingkat 2. Bandung:
Amrico
Alamsyah, M.K. dkk. (2006).
Matematika SMK Tingkat 2. Bandung: Armico
Amin, Siti M. (2004). Geometri
Dimensi Tiga. Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional
Arikunto,
Suharsimi. (2007). Penelitian Tindakan
Kelas. Universitas Negeri Yogyakarta. (http://muhlis.files.wordpress.com/2008/05/ptk-ok-suharsini-arikunto.pdf)
[10 Januari 2010]
Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Djamarah, Syaiful Bahri. (2008).
Psikologi Balajar. Jakarta:
Rineka Cipta
Ester, Rostikah. (2007). Pengaruh Pembelajaran
Kooperatif Dengan Teknik Think-Pair-Square Terhadap Peningkatan
Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematis Siswa SMK.
Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Fajaroh, Fauziatul. (2008). Pembelajaran
Dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). (http://massofa.wordpress.com/2008/01/06/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle/)
[2 Desember 2009]
Garcia, G., Higueras, F.J.yR. dan Luisa. (2004). Mathematical
Praxeologies of Increasing Complexity: Variation Systems Modelling in Secondary
Education.[online]. http://www.cerme4.crm.es/papers%definitius/13/GarciaRuiz [6
Januari 2010]
Iskandar. (2009). Psikologi
Pendidikan Sebuah Orientasi Baru. Jakarta: GP Press
Kasmina, dkk. (2006). Matematika
SMK Tingkat
2. Jakarta: Erlangga
Kholil, Anwar.
(2009). Teori Perkembangan Kognitif
Piaget . (http://anwarholil.blogspot.com) [6 Januari 2010]
Kunandar. (2008). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas
Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Press
Laily,
Afrida Huriyatul. 2007. Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengaplikasikan
Konsep Matematika. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Lawson, A. E. (1998). Science Teaching and The Development of Thinking. Wadsworth
Publishing Company
Lorsbach, Anthony W.
The Learning Cycle`as tool for
Planing Science Instruction
Permen Diknas. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar
Dan Menengah. Jakarta
Riyanto, Yatim.
(2009). Paradigma Baru Pembelajaran
Sebagai Referensi vagi Guru dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan
Berkualitas. Jakarta: Prenada Media
Shadiq, Fajar. (2008). Untuk
Apa Belajar Matematika?, (http://fadjar
p3g.wordpress.com/2008/12/08-utkapabdment-widya-pdf) [17 Januari 2010]
Santyasa, I Wayan. (2007). Metodologi
Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Pendidikan Ganesha. (http://www.santyasa.com/) [27 Januari 2010]
Santoso, Z. (2000). Struktur dan Pola Pembelajaran
Mekanika di Sekolah Kejuruan dengan Model Pengajaran Konstruktivisme. Thesis
pada PPS UPI Bandung: Tidak
Diterbitkan
Simon, Martin A. (1992). Learning
Mathematics and Learning to Teach:
Learning Cycles in Mathematics Teacher Education. Penn State University. (http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/custom/portlets/recordDetails/detailmini.jsp?_nfpb=true&_&ERICExtSearch_SearchValue_0=ED349174&ERICExtSearch_SearchType_0=no&accno=ED349174). [2 Januari 2010]
Sudrajat,
Akhmad (2008). Pengertian
Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik,
Taktik, dan Model Pembelajaran. (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/).
[2 Januari 2010]
Sugiono. (2005). Memahami
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta
Suryadi, D. (2005). Penggunaan
Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan
Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat
Tinggi Siswa SLTP. Disertasi. PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Syah, M. (2000). Psikologi
Pendidikan suatu Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Tatang.
(2005). Penerapan Model Learning Cycle untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep
Siswa Kelas II SMA pada Pokok Bahasan Getaran dan Gelombang. Tesis SPs UPI
Bandung: Tidak Diterbitkan
Taufiq.
(2009). Model Pembelajaran Siklus
Belajar Hipotetik Deduktif, Pemahaman Konsep, Keterampilan Generik
Sains Dan Keseimbangan Benda Tegar. Tesis
SPs UPI Bandung: Tidak
Diterbitkan
Trianto.
(2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana
Uno, Hamzah B.
(2007). Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan
Efektif. Jakarta: Rineka Cipta
Yasmin, Martinis. (2008). Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta:
GP PRESS
____________, (2009).
Pedoman Umum Format Penulisan
Tesis/Disertasi Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya Palembang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar