Jumat, 20 April 2012


PROPOSAL PTK
Oleh :
Elis Sulastri

PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA MENYELESAIKAN SOAL-SOAL APLIKASI KONSEP DIMENSI TIGA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 
  DI  KELAS XI SMKN  2 PALEMBANG

I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dan latihan dalam berbagai program keahlian yang disesuaikan dengan kebutuhan lapangan kerja.  Program keahlian tersebut dikelompokkan menjadi bidang keahlian sesuai dengan kelompok dunia industri/dunia usaha asosiasi profesi.  Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Nomor 22 Tahun 2006 tentang Struktur Kurikulum Kejuruan, pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya.  Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilan, mereka harus memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya, serta memiliki kemampuan mengembangkan diri.  Struktur Kurikulum Pendidikan Kejuruan dalam hal ini SMK diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.
            Untuk mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan, mata pelajaran di SMK dikelompokkan menjadi program normatif, adaptif, dan produktif.  Program normatif adalah kelompok mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk siswa menjadi manusia Indonesia seutuhnya.  Program adaptif adalah kelompok mata pelajaran yang bertujuan untuk menyiapkan lulusan menjadi tenaga kerja terampil dan memiliki bekal penunjang bagi penguasaan keahlian profesi.  Program produktif adalah kelompok mata pelajaran yang berorientasi pada pekerjaan.
            Kurikulum SMK berisi mata pelajaran wajib, mata pelajaran kejuruan, muatan lokal, dan pengembangan diri.  Matematika merupakan salah satu dari mata pelajaran  wajib dalam rumpun adaptif, yaitu mata pendidikan dan latihan yang menjadi pendukung untuk kelompok mata pendidikan dan latihan pada program produktif  (kejuruan).  Pemberian pelajaran matematika diharapkan tidak sekedar mengajarkan konsep matematika yang ada, namun mampu memberikan dasar pada siswa saat memerlukan konsep-konsep matematika untuk menyelesaikan permasalahan yang ada pada program produktifnya.  Matematika menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat seseorang harus menyelesaikan permasalahan yang membutuhkan analisa dan perhitungan.
            Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi mata pelajaran matematika menyatakan bahwa salah satu tujuan pelajaran matematika SMK adalah agar para siswa SMK dapat, memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep  secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah.  Untuk mampu memanfaatkan konsep matematika yang mendukung ke dalam mata pelajaran program produktif,  dibutuhkan kemampuan mengaplikasikan konsep matematika dengan baik. 
Dalam pembahasan soal-soal geometri dimensi dua bentuk soal-soal aplikasi, hanya beberapa siswa yang dapat menyelesaikan soal-soal tersebut dengan baik dan masih banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk menerapkan konsep apa yang akan digunakan untuk penyelesaian soal-soal tersebut.  Hal ini ditunjukkan dengan pencapaian hasil ulangan harian yang diperoleh pada kompetensi dasar menerapkan geometri dimensi dua pada semester ganjil 2009/2010 siswa kelas XI Teknik Komputer jaringan (TKJ) SMK Negeri 2 Palembang diperoleh rata-rata nilai 63,56 dan ketuntasan belajar 65 % dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 61 pada skala 100.  Dengan menggunakan standar tersebut secara individu banyak siswa yang nilainya di bawah KKM artinya banyak siswa yang belum tuntas, dan secara klasikal belum mencapai ketuntasan belajar 85 %.   Dari hasil analisis ulangan harian tentang menerapkan geometri dimensi dua yang menyebabkan rendahnya nilai siswa penyebabnya adalah siswa belum bisa memahami konsep matematika apa yang akan dipakai untuk penyelesaian soal-soal tersebut.  Kenyataan ini memberi isyarat bahwa tujuan pembelajaran matematika seperti yang digariskan dalam kurikulum SMK agar siswa dapat memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep  secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah belum tercapai.
Hal lain yang berkontribusi menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika adalah masih banyak siswa SMK yang beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan.  Padahal matematika merupakan salah satu pelajaran yang mendukung pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan kejuruan (program produktif), sehingga diharapkan dapat membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan kejuruannya.  Siswa juga tidak menyadari bahwa kecakapan matematika yang ditumbuhkan dalam pembelajaran matematika, seperti penalaran, komunikasi, koneksi, dan pemecahan masalah, merupakan sumbangan matematika kepada pencapaian kecakapan hidup (life skill) yang sangat dibutuhkan siswa dalam dunia nyata tempat ia hidup dan bermasyarakat.
Penyebab rendahnya prestasi belajar siswa berdasarkan hasil belajar di kelas adalah kurangnya kreatif siswa dalam proses pembelajaran, kurangnya literatur belajar, kurangnya latihan soal-soal dan kurangnya komunikasi antar siswa dan guru.  Kurangnya latihan-latihan soal dikarenakan (1) siswa belum memiliki pemahaman konsep yang memadai sehingga tidak mengetahui konsep apa yang akan digunakan dalam menyelesaikan soal-soal, (2) tidak adanya literatur yang dimiliki siswa  karena siswa hanya mengandalkan catatan dan latihan soal-soal yang diberikan oleh guru dalam pembelajaran, (3) soal yang ditampilkan dianggab sulit bagi siswa karena perlu pemahaman konsep matematika yang baik sedangkan siswa tidak memiliki keterampilan memahami konsep matematika dan tidak dapat menghubungkan antarkonsep yang digunakan dan bagaimana menerapkannya.  Kurangnya komunikasi antar siswa dengan teman atau dengan guru akibatnya menimbulkan perasaan malu karena siswa tidak tahu atau takut kalau salah dalam menjawab soal.
 Berdasarkan hal tersebut di atas maka diperlukan suatu solusi sehingga siswa mau belajar kreatif, mempelajari materi dan konsep, mencoba latihan-latihan soal dan berkomunikasi antar siswa dengan teman dan dengan guru.  Hal ini seperti yang dituangkan pada Bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, bahwa proses pembelajaran pada suatu pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik peserta didik.
Proses pembelajaran yang diterapkan peneliti selama ini hanya mentranfer pengetahuan kepada siswa dan masih menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) sedangkan siswa mendengarkan, mencatat, menerima saja apa yang disampaikan oleh guru dan cenderung pasif. Suasana kelas juga masih didominasi oleh guru dan masih menekankan pada latihan mengerjakan soal atau drill.  Pembelajaran seperti ini membuat siswa menjadi kurang aktif , tidak kreatif dan tidak dapat bersikap kritis dalam proses pembelajaran, sehingga tidak ada minat dan motivasi siswa untuk belajar.  Hal ini bertentangan dengan stándar proses (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007) yang menyatakan bahwa pada proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fsik serta psikologis peserta didik.
Agar kesulitan yang dihadapi siswa dapat diatasi dan kemampuan siswa mengaplikasikan konsep matematika dapat ditingkatkan, tentu dibutuhkan suatu model pembelajaran yang tepat. Guru perlu untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses pembelajarannya. Siswa dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan dapat mengalikasikan konsep matematika dan dapat meningkatkan kemampuan pengetahuannya.  Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran.  Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran Learning Cycle.   Learning Cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).  Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. 
Model pembelajaran learning cycle  merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme yang pada mulanya terdiri dari tiga tahap yaitu eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application).  Perbedaan penting yang ada di antara ketiganya hanya pada tingkat usaha siswa untuk mendeskripsikan sifat-sifat atau menggeneralisasikan secara eksplisit dan menguji hipotesis alternatif, (Lawson,1998).  Tiga siklus tersebut saat ini berkembang menjadi lima tahap yang terdiri dari engagement, exploration, explaination, elaboration, dan evaluation (Lorsbach, 2002). 
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul ” PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA MENYELESAIKAN SOAL-SOAL APLIKASI KONSEP DIMENSI TIGA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE  DI  KELAS XI SMKN  2 PALEMBANG

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah, “Apakah  model pembelajaran Learning Cycle dapat meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal aplikasi konsep dimensi tiga di kelas XI TKJ SMKN 2 Palembang?”.

C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan :
Untuk meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal aplikasi konsep dimensi tiga melalui model pembelajaran Learning Cycle  di  kelas XI Teknik Komputer Jaringan (TKJ) SMKN  2 Palembang.

D.    Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dari tindakan kelas ini diharapkan memberi manfaat yang berarti bagi siswa, guru, dan sekolah.  Adapun manfaat yang diharapkan adalah :


  1. Bagi siswa :
Penelitian ini sangat bermanfaat bagi siswa, berkembang daya kreatifitas dan inovasinya.  Dapat meningkatkan berpikir kritis serta meningkatkan kemampuan siswa meningkatkan potensi dirinya dalam mengaplikasikan konsep yang ada dalam matematika.

  1. Bagi guru :
Melalui pembelajaran Learning Cycle diharapkan dapat memberi variasi dan sebagai alternatif model pembelajaran yang efektif sehingga dapat mengembangkan pola berpikir siswa dan meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal bentuk aplikasi.

  1. Bagi sekolah :
Penelitian ini dapat memberikan masukan yang baik bagi sekolah untuk selalu mengadakan pembaharuan, memajukan program sekolah pada umumnya kearah yang lebih baik.

II.    KAJIAN PUSTAKA
A.    Kemampuan Mengaplikasikan Konsep Matematika
1.      Kemampuan Aplikasi
      Menurut Bloom (dalam Iskandar, 2009), aplikasi (penerapan) merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.  Ini meliputi penerapan dalam hal-hal, seperti aturan, metode, konsep, teori, prinsip dan lain sebagainya.  Untuk aplikasi atau penerapan ini siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstraksi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar. (Arikunto, 2009)

2.      Konsep Matematika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep diartikan sebagai ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.  Menurut Shadiq (2008), konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. 
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.  Menurut Shadiq (2008), matematika adalah ilmu yang membahas pola atau keteraturan (pattern) dan tingkatan (order), matematika dapat dilihat sebagai bahasa yang menjelaskan tentang pola, baik pola di alam dan maupun pola yang ditemukan melalui pikiran. Pola-pola tersebut bisa berbentuk real (nyata) maupun berbentuk imajinasi, dapat dilihat atau hanya dalam bentuk mental (pikiran), statis atau dinamis, kualitatif atau kuantitatif, asli berkait dengan kehidupan nyata sehari-hari atau tidak lebih dari hanya sekedar untuk keperluan rekreasi.
            Menurut Shadiq (2008), pertanyaan mengenai “Apakah matematika itu?” dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung kapan pertanyaan itu dijawab, dimana dijawab, siapa yang menjawab, dan apa saja yang dipandang termasuk dalam matematika. Ada yang menyebut bahwa matematika itu merupakan bahasa simbol; matematika adalah bahasa numerik; matematika merupakan metode berpikir logis; matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang; matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur.
Berdasarkan definisi konsep dan matematika, dapat digambarkan bahwa konsep matematika merupakan ide, pengertian, hubungan pola, prosedur operasional, rumus, teori, aturan dari elemen yang ada dalam matematika yang dapat diterapkan secara umum.


3.      Kemampuan Mengaplikasikan Konsep Matematika
Pada tahap awal, matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris, karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah secara analitis dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur kognitif, sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.  Agar konsep-konsep matematika yang telah terbentuk itu dapat dipahami orang lain dan dapat dengan mudah diterima dimanipulasi secara tepat, maka digunakan notasi dan istilah yang cermat yang disepakati bersama secara global (universal) yang dikenal dengan bahasa matematika.
Untuk mampu menggunakan (selanjutnya disebut mengaplikasikan) konsep matematika dalam menyelesaikan permasalahan matematika ataupun diluar matematika, dibutuhkan kreativitas dan penalaran yang baik.  Suryadi (2005) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk mengungkap hubungan-hubungan baru,  melihat sesuatu dari sudut pandang baru, dan membentuk kombinasi baru dari dua konsep atau lebih yang sudah dikuasai sebelumnya.  Ruseffendi dalam Laily (2007) mendefinisikan aspek mengaplikasikan berkenaan dengan kemampuan seseorang menerapkan apa yang telah diperolehnya, seperti abstraksi, generalisasi, aturan, dan yang lainnya kepada situasi baru, dimana untuk menerapkan secara langsung itu belum ada aturan, rumus, dan semacamnya yang tersendiri, harus menggabungkannya.
            Saat mengaplikasikan konsep matematika ke dalam permasalahan yang ada, seseorang harus paham dengan permasalahan, tahu cara memecahkan masalah tersebut, bisa mengkomunikasikan ide-ide yang terdapat dalam pikirannya, mampu menggunakan nalar untuk memperkirakan proses solusinya, dan mampu menghubungan satu konsep dengan konsep lainnya dalam matematika.   Masing-masing kemampuan dasar matematika tersebut memiliki indikator sendiri sebagai petunjuk.
            Tentu tidak semua indikator dalam kemampuan dasar matematika digunakan secara bersamaan ketika siswa hendak mengaplikasikan konsep matematika dalam menyelesaikan permasalahan yang ditemui. Beberapa indikator pada kemampuan dasar matematika seperti:
  1. Mengidentifikasikan kecukupan data dan bisa memanfaatkannya untuk menyelesaikan persoalan.
  2. Menyatakan situasi yang ada dalam permasalahan ke dalam model matematika.
  3. Memperkirakan proses solusi
  4. Memilih dan menerapkan strategi dan rumus atau konsep untuk menyelesaikan masalah.  Ketika proses memilih dan menerapkan strategi dan rumus atau konsep untuk menyelesaikan masalah, di dalamnya terjadi pula proses :
1).  Mengaitkan satu konsep/ prinsip dengan konsep/ prinsip lainnya yang mungkin secara bersama-sama digunakan untuk menyelesaikan persoalan dalam satu situasi dan menentukan konsep mana yang lebih dulu digunakan dalam suatu prosedur penyelesaian permasalahan.
2). Menerapkan hubungan antar topik matematika dan antar topik matematika dengan topik yang mungkin di luar matematika (jika perlu).
Indikator kemampuan dasar matematika tersebut diperkirakan perlu dimiliki siswa ketika hendak mengaplikasikan konsep matematika untuk menyelesaikan permasalahan yang ditemui. Selanjutnya kemampuan mengaplikasikan konsep matematika yang dimaksud dalam studi ini terbatas pada indikator-indikator tersebut. 


B.        Model Pembelajaran
1.         Model Pembelajaran
Menurut Sudrajat (2008) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.  Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.  Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya (Dahlan dalam Taufiq, 2009). 
Syah (2000) menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan blue print mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk dijadikan pedoman perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi belajar.  Dalam model pembelajaran tersebut dapat terlihat tahap-tahap kegiatan guru dan siswa yang dikenal dengan istilah syntax pembelajaran.  Komponen utama yang secara langsung membentuk model pembelajaran adalah materi subjek yang dibahas, tujuan pembelajaran, sumber belajar, tingkat berpikir siswa, tahap-tahap pembelajaran, strategi dan teknik guru, serta alat evaluasi yang digunakan.
Sistem proses pemodelan dapat dilakukan dalam proses belajar mengajar matematika disemua tingkat sistem pendidikan. Garcia, et al. (2004) menyatakan, pemodelan yang menghubungkan suatu masalah seringkali dihubungkan dengan pengaplikasian masalah matematika dan aplikasi pemecahan masalah. Gravemeijer (Garcia, et al., 2004) menyatakan bahwa pemodelan dan aplikasi dapat dijadikan suatu alat bantu dalam pembelajaran, dan ini merupakan bingkai pendidikan matematika.
 Blum (Garcia, et al., 2004) juga menyebutkan bahwa dasar kemampuan dan keahlian matematika harus dimiliki siswa. Konsekuensinya adalah proses belajar-mengajar hendaknya menggunakan pemodelan dan pengaplikasian sebagai cara terbaik saat mengintegrasikannya kedalam kurikulum matematika. Garcia, et al. (2004) menyimpulkan bahwa pemodelan menghubungkan antara masalah aplikasi matematika dengan kondisi real, atau dengan subjek lain yang sesuai dengan pemahaman matematika.

2.      Model Learning Cycle
Learning Cycle (siklus belajar) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centre).  Model pembelajaran Learning Cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. (Fajaroh, Fauziatul dan Dasna, 2007).  Model pembelajaran Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dimana siswa sendiri yang mengkontruksi pemahamannya. 
Learning Cycle pada mulanya terdiri dari tiga tahap yaitu eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application).  Learning Cycle menurut Karplus (dalam Simon, 1992)   belajar secara konseptual berproses dari sebuah tahap eksplorasi menjadi tahap identifikasi konsep dan kemudian menuju kepada tahap aplikasi dimana gagasan-gagasan baru dipergunakan dan diperluas. Tahap aplikasi mendorong tingkat eksplorasi baru dan memulai siklus baru lagi.  Learning Cycle dapat memperluas dan meningkatkan taraf berpikir.  Model ini pertama kali dikemukakan oleh Science Curriculum Improvement Study (CSIS) USA pada tahun 1970 (Lawson, 1998). Tiga siklus tersebut saat ini berkembang menjadi lima tahap yang terdiri dari engagement, exploration, explaination, elaboration, dan evaluation) (Lorsbach, 2002).


                 Tabel 1
 Fase dalam Learning Cycle
                                      

  Sumber : Anthony W. Lorsbach (2002)                           
Model Learning Cycle berdasarkan pendapat Anthony W. Lorsbach
Engage
Explore
Explain
Extend
Evaluasi
Kegiatan Guru :
·   Menciptakan minat siswa untk belajar
·   Membangkitkan rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari
·   Menimbulkan pertanyaan-pertanyaan
Siswa :
Dihadapkan pada pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi
Kegiatan Siswa :
Melakukan eksplorasi terhadap suatu objek kemudian mengajukan prediksi dan menguji hipotesis, melakukan diskusi kelompok, membuat kesimpulan sementara
Guru :
Sebagai fasilitator
Kegiatan Siswa :
Menjelaskan konsep dengan kata-kata mereka sendiri, menanya-kan bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, mendengarkan penjelasan dari siswa lain dalam kegiatan diskusi kelas, membuat kesimpulan (menerima, menolak, atau merevisi hipotesis)


Kegiatan Siswa :
Konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat didiskusikan, diterapkan pada situasi lain


Kegiatan Guru:
Mengevaluasi setiap fase-fase sepanjang pembelajaran.
3.      Fase-fase dalam Learning Cycle adalah :
  1. Fase Engage : pada fase ini kita akan menciptakan minat dan membangkitkan rasa ingin tahu siswa pada topik yang ingin dipelajari, menimbulkan pertanyaan dan mendatangkan respon dari siswa yang akan memberikan gambaran dari apa yang telah mereka ketahui.  Ini merupakan kesempatan yang baik untuk mengidentifikasi kesalahpahaman pemahaman siswa.  Selama fase ini, siswa akan dihadapkan pada pertanyaan (mengapa hal ini bisa terjadi? Bagaimana cara kita untuk mengetahuinya?)
b.      Fase Explore : selama fase ini siswa diberi peluang untuk bekerja sama tanpa bimbingan langsung dari guru.  Guru berperan sebagai fasilitator, membantu siswa menyusun pertanyaan-pertanyaan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan.  Berdasarkan teori Piaget, ini merupakan fase ketidakseimbangan.  Pola pikir siswa masih acak (membingungkan).  Hal ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk mengajukan prediksi dan hipotesis atau mendiskusikan alternative lain dengan teman sekelompoknya, mencatat hasil pengamatan dan menunda keputusan.
c.       Fase Explain : pada fase ini siswa didorong untuk menjelaskan konsep dengan kata-kata mereka sendiri, menunjukkan bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, mendengarkan penjelasan siswa lain dengan kritis.  Siswa harus menggunakan catatan pengamatan dan pengalaman siswa sebelumnya sebagai dasar dari diskusi.
d.      Fase Extend : pada fase ini siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah mereka kuasai dalam situasi yang baru atau hampir sama.  Guru mendorong untuk memberikan alternatif dan mempertimbangkan data yang ada dan bukti yang mereka selidiki dalam situasi yang baru.  Strategi explorasi juga diterapkan di sini karena siswa akan menggunakan informasi sebelumnya untuk menjawab pertanyaan, mengajukan solusi, membuat keputusan, eksperimen, dan mencatat pengamatan.
e.       Fase Evaluasi : evaluasi dilakukan pada setiap fase, artinya dilakukan pada sepanjang pengalaman belajar.  Guru perlu mengamati pengetahuan dan keterampilan siswa dalam mengaplikasikan konsep , dan perubahan pola berpikir siswa.  Siswa perlu menilai dirinya sendiri.  Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan pengamatan bukti, dan penjelasan yang telah diterima sebelumnya.  Dengan demikian siswa akan terdorong melakukan penyelidikan yang lebih lanjut dimasa yang akan datang.
C.    Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran dengan Model  Learning Cycle
Teori belajar yang mendukung pembelajaran dengan model  Learning Cycle adalah teori belajar konstruktivisme.  Model pembelajaran Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dimana siswa sendiri yang mengkontruksi pemahamannya.  Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.  Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.  Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner  (Nur dalam Trianto, 2009). 
Piaget menurut Suparno dalam Taufiq (2009) adalah seorang psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme dalam proses belajar, ia mengatakan bahwa teori pengetahuan itu pada dasarnya adalah teori adaptasi pikiran ke dalam suatu realita, seperti organisme beradaptasi ke dalam lingkungannya.  Adaptasi menurut piaget adalah merupakan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru ke dalam pikiran, sedangkan akomodasi  adalah penyusunan kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi itu mempunyai tempat.  Belajar pada dasarnya adalah proses asimilasi dan akomodasi yang selalu dilakukan sampai terjadi keseimbangan antara keduanya.  Terjadinya keseimbangan itu diberi istilah “equilibration”.  Belajar tidak hanya menerima informasi dan pengalama baru, tetapi juga terjadi proses penyusunan kembali informasi dan pengalaman lamanya untuk mengakomodasi informasi  dan pengalaman baru. Asimilasi dan akomodasi merupakan dua aspek dari proses yang sama.  Kedua proses itu adalah dua aktivitas mental yang pada dasarnya meupakan proses yang melibatkan interaksi antara pkiran dan kenyataan, siswa menstruktur hal-hal yang ada dalam pikirannya, namun tergantung pada bagaimana hal-hal itu ada di dalam realita.  Kesimpulannya belajar tidak hanya mengubah informasi  dan pengalaman sebelumnya  tetapi informasi dan pengalaman sebelumnya dimodifikasi untuk mengasimilasi-akomodasi informasi dan pengalaman baru.
Menurut Kholil (2009), apabila pembelajaran berpijak pada teori Piaget, maka tujuan utama pendidikan harus dipandang sebagai usaha untuk mengembangkan kemampuan intelektual  dan menunjukkan kepada siswa  cara efektif untuk mengembangkan kapasitas intelektualnya.  Proses pembelajaran harus berpusat pada siswa  dan penemuan sendiri, siswa dipandang sebagai subjek belajar yang  diberi kesempatan untuk medapatkan pengalaman belajar sangat berguna bagi perkembangan pengetahuannya.  Pembelajaran harus  dirancang dengan menciptakan pembelajaran yang aktif dan konstruktif.  Siswa diberi kesempatan  untuk bereksperimen atau mencoba sendiri, peranan guru hanya membantu siswa untuk membimbing siswa supaya bisa mengkonstruksi sendiri pemahamannya akan suatu objek atau membentuk skema-skema melalui proses equilibrasi.
1.  Pengertian dan Tujuan Konstruktivisme
            Konstruksi berarti bersifat membagun, dalam konteks filsafat pendidikan, kostruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.  Menurut Tran Vui dalam Riyanto (2009), kostruktivime adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan merefleksikan pengalaman-pengalaman sendiri. Konstruktivime mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
  2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya.
  3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
  4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

2.      Prinsip-prinsip Konstruktivisme
Menurut Riyanto (2009), prinsip-prinsip konstruktivisme ada lima, yaitu :
  1. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
Prinsip ini adalah memberikan permasalahan yang relevan dengan siswa. Fokus pada apa yang menarik bagi siswa dan penggunaan pengetahuan awal atau sebelumnya sebagai titik awal. Hal ini dapat membantu siswa untuk lebih termotivasi dan terlibat dalam belajar. Pertanyaan-pertanyaan  relevan  yang ditujukan kepada siswa akan memaksa para siswa untuk mempertimbangkan dan mempertanyakan pemikiran serta konsep mereka.
  1. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
Prinsip ini adalah mengorganisasi pembelajaran pada konsep-konsep utama. Hal ini merujuk pada perancangan pelajaran pada  ide dan konsep utama daripada memberikan kepada siswa topik-topik terpisah dan tanpa kesamaan yang mungkin atau tidak saling berkaitan. ”Penggunaan konsep-konsep yang luas mengundang tiap siswa untuk berpartisipasi  tanpa memperhatikan perbedaan gaya individu, temperamen dan karakter.
  1. Mencari dan menilai pendapat siswa
Prinsip ini adalah mencari dan menilai sudut pandang siswa. Prinsip ini memberikan keleluasaan pada proses berpikir dan kemampuan  berpikir bagi siswa. Hal ini juga dapat menantang siswa untuk membuat proses pembelajaran lebih bermakna. Untuk mencapai hal ini, guru harus memiliki  kemauan untuk mendengarkan siswa dan menyediakan kesempatan agar hal ini bisa terjadi di kelas.
  1. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa
Prinsip ini adalah menyesuaikan kurikulum sesuai dengan keyakinan-keyakinan yang dimiliki siswa. Menyesuaikan tugas-tugas kurikulum yang berkaitan dengan keyakinan-keyakinan siswa merupakan tujuan dari tuntutan kognitif yang tersirat dalam tugas-tugas khusus (di kurikulum) dan  ciri dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh siswa yang terlibat dalam tugas-tugas tersebut.
  1. Menilai belajar siswa dalam konteks pembelajaran
Prinsip terakhir adalah menilai belajar siswa dalam konteks pembelajaran. Hal ini merujuk pada ketidakterkaitan yang lama ada antara konteks pembelajaran dengan penilaian (assesment). Penilaian otentik dapat dilakukan dengan baik melalui pengajaran; interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa serta mengobservasi siswa dalam tugas-tugas yang bermakna.
            Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
  1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial.
  2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
  3. Murid aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
  4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
  5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
  6. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
  7. Mencari dan menilai pendapat sisiwa.
  8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
  9. Menilai belajar siswa dalam konteks pengajaran.
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.  Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut (Nur dalam Trianto, 2009).  Tujuan pembelajaran konstruktivistik ini ditentukan pada bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktifitas kreatif produktif dalam konsteks nyata yang mendorong siswa untuk berfikir.
3.      Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstruktivisme
Adapun ciri-ciri  pembelajaran secara kontruktivisme adalah (Riyanto, 2009):
  1. Memberi peluang kepada siswa membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
  2. Menyokong pembelajaran secara kooperatif.
  3. Menggalakkan dan menerima serta autonomi siswa.
  4. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
  5. Menggalakkan kecerdasan siswa melalui kajian dan eksperimen.
  6.  
D.    Tinjauan Materi Kurikulum SMK
1.      Matematika dalam Kurikulum SMK
            Dalam Permen No. 22 (2006) Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia.  Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.  Menurut Soedjadi (dalam Uno, 2007) memandang matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif.  Matematika mencapai kekuatannya melalui simbol-simbol, tata bahasa, dan kaidah bahasa (syntax) pada dirinya, serta mengembangkan pola berpikir kritis, aksiomatik, logis dan deduktif. 
            Matematika merupakan sarana komunikasi sains tentang pola-pola yang berguna untuk melatih berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif.  Oleh karena itu hampir semua negara menempatkan Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang penting bagi pencapaian kemajuan negara bersangkutan. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.  Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Penguasaan mata pelajaran Matematika memudahkan peserta didik untuk melatih berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan inovatif yang difungsikan untuk mendukung pembentukan kompetensi program keahlian. Dengan mengajarkan Matematika diharapkan peserta didik dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkan diri di bidang keahlian dan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.
2.      Tujuan Pelajaran Matematika di SMK
Dalam Permen No. 22 (2006) Mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
a.       Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
b.      Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
c.       Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d.      Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
e.       Menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah
f.       Menalar secara logis dan kritis serta mengembangkan aktivitas kreatif dalam memecahkan masalah dan mengkomunikasikan ide. Di samping itu memberi kemampuan untuk menerapkan Matematika pada setiap program keahlian.
3.      Ruang Lingkup Mata Pelajaran Matematika SMK
Ruang lingkup mata pelajaran Matematika meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
a.       Operasi bilangan dan aproksimasi
b.      Persamaan, pertidaksamaan, dan matriks
c.       Logika matematika dan trigonometri
d.      Fungsi, barisan, dan deret
e.       Geometri dimensi dua dan dimensi tiga
f.       Vektor
g.      Statistika
h.      Kalkulus
Geometri dimensi tiga merupakan salah satu ruang lingkup mata pelajaran Matematika di SMK.  Dalam hal ini peneliti akan mengambil kompetensi dasar mengidentifikasi bangun ruang dan unsur-unsurnya, menghitung luas permukaan bangun ruang, dan menerapkan konsep volume bangun ruang. 
E.     Model Learning Cycle dalam Pembelajaran Matematika
            Fajaroh (2008) mengatakan bahwa Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif.  Model pembelajaran Learning Cycle dapat dilakukan dalam pembelajaran matematika seperti yang telah dilakukan Jale, dkk (2004) dalam melakukan penentuan nilai pi 3,14 pada sekolah menengah di Malaysia dengan cara melakukannya dengan fase-fase mulai engagement, exploration, explaination, elaborasi, dan evaluasi.  Hal ini sangat sejalan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dihembuskan sejak tahun 2006 menuntut bahwa guru hendaknya di dalam melakukan proses pembelajaran bisa membuat anak menuangkan ide dan dapat berpikir kreatif dan juga dapat  mengexplorasi pengetahuan yang dimiliki dengan caranya sendiri. Sesuai dengan Permen No. 41 Tahun 2007, kegiatan pembelajaran dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

F.     Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
            Model pembelajaran Learning Cycle dapat meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal aplikasi konsep dimensi tiga di kelas XI TKJ SMKN 2 Palembang.

III.     Metode Penelitian
A.    Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Palembang, dan subjek penelitian adalah siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan 1 (TKJ 1)  semester 2 tahun pelajaran 2009/2010.

B.     Prosedur Penelitian
Menurut Kemmis dan Mc Taggart dalam Kusnandar (2008), penelitian tindakan kelas dilakukan melalui proses yang dinamis dan komplementari yang terdiri dari empat “momentum” esensial, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Arikunto (2007) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas dapat dilaksanakan melalui empat langkah utama yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.  Empat langkah utama yang saling berkaitan itu dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas sering disebut dengan istilah satu siklus.  Keempat langkah tersebut membentuk sebuah siklus yang beruntun dan selanjutnya kembali ke langkah semula.  Banyaknya siklus dalam penelitian tindakan kelas tidak dibatasi secara pasti.  Namun penelitian tindakan kelas maksimal dilakukan dalam dua siklus untuk dapat mengambil kesimpulan.  Apabila pada siklus kedua peneliti belum memperoleh hasil yang diharapkan, maka dapat dilanjutkan ke siklus berikutnya hingga peneliti merasa puas terhadap hasil yang diperoleh.  Jika peneliti sudah merasa puas dengan hasil yang dicapai maka peneliti dapat menghentikan penelitian tindakan kelas tersebut.
Proses siklus tindakan secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
                    
Sumber : Suharsimi Arikunto (2007)

Tahap-tahap dalam penelitian tindakan kelas :
1.      Perencanaan
                 Perencanaan adalah mengembangkan rencana tindakan yang secara kritis untuk meningkatkan apa yang telah terjadi.
Tahap perencanaan dalam penelitian meliputi :
a.       Orientasi kelas :
·         Membagi siswa yang berjumlah 40 orang menjadi 8 kelompok yang heterogen.
b.      Membuat persiapan administrasi pembelajaran, meliputi :
·         Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan silabus.
·         Membuat alat evaluasi hasil belajar berupa tes yang diberikan pada tiap-tiap akhir siklus.
·         Membuat rubrik nilai tes hasil belajar.
c.       Menyiapkan peralatan yang diperlukan dalam pembelajaran.
·      Menyiapkan Buku Siswa dan instrument penilaian yang mengacu pada model pembelajaran Learning Cycle.
·      Menyiapkan media pembelajaran berupa kerangka-kerangka bangun ruang.

2.    Pelaksanaan Tindakan
      Melaksanakan rencana pembelajaran model Learning Cycle dengan menggunakan  buku siswa dan media kerangka bangun-bangun ruang.

3.   Pengamatan (Observasi)
      Pada saat pembelajaran, peneliti dibantu oleh dua orang guru matematika sebagai teman sejawat selaku observer terhadap jalannya proses pembelajaran.  Pengamatan difokuskan pada saat siswa mengerjakan Buku Siswa.  Bagaimana mereka mengeksplor pengetahuan yang telah dimiliki untuk memahami konsep baru dalam diskusi dengan sesama kelompoknya sesuai dengan indikator kemampuan siswa mengaplikasikan konsep matematika.

4.   Refleksi
           Kegiatan ini terdiri dari beberapa siklus, dari tiap akhir siklus dilihat apakah target
penelitian tercapai atau belum.  Kalau belum tercapai, maka perlu dilanjutkan ke siklus
berikutnya.  Refleksi inilah yang dijadikan acuan untuk menentukan langkah-langkah dalam siklus berikutnya.

C.    Teknik Pengumpulan Data
            Teknik pengumpulan data dalam peneltian ini adalah data hasil belajar.  Data hasil belajar diperoleh dengan memberikan tes  pada akhir pertemuan setelah menempuh tiap-tiap siklus. Tes yang diberikan berupa soal-soal bentuk aplikasi konsep dimensi tiga. Tes dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa mengaplikasikan konsep matematika setelah memperoleh pembelajaran dengan penerapan model Learning Cycle.

D.  Validasi Data                   
            Menurut Kusnandar (2008) suatu penelitian yang baik dan terpercaya adalah penelitian yang dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah dan metodologi yang sesuai dengan standar ilmiah.  Salah satu cara untuk melihat derajat kepercayaan suatu penelitian adalah dengan melihat validitas dan kredibilitas penelitian.  Penelitian tindakan kelas yang tergolong bertradisi kualitatif dengan sifatnya yang deskriptif dan naratif memiliki cara-cara tersendiri dalam melakukan validitas dan kredibilitas.  Validasi menunjuk pada derajat keterpercayaan terhadap proses dan hasil PTK, sedangkan reliabilitas menunjuk pada sejauh  mana kajian dapat direplikasi, artinya apakah seorang peneliti dengan menggunakan metode yang sama akan mendapatkan hasil yang sama seperti kajian terdahulu. 
Validasi dalam penelitian ini adalah Validasi perangkat pembelajaran.  Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan validasi terhadap perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Buku Siswa oleh pakar.  Kemudian dicobakan pada kelompok kecil siswa (small group).
Validasi difokuskan pada dua karakteristik, yaitu :
1)      Validasi Isi (Content Validity)
Apakah RPP dan Buku Siswa sudah sesuai dengan :
·         Standar Kompetensi,
·         Kompetensi Dasar,
·         Indikator pembelajaran,
·         Materi Pembelajaran.
2)      Validasi Konstruksi (construct Validity)
Apakah kalimat-kalimat perintah untuk mengaplikasikan konsep matematika dalam RPP dan Buku Siswa sudah sesuai dengan model pembelajaran Learning Cycle.


E.     Analisis Data
            Untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal aplikasi konsep dimensi tiga melalui model pembelajaran Learning Cycle dilakukan tes hasil belajar.  Data hasil belajar yang diperoleh berdasarkan tes tertulis dalam bentuk uraian menggunakan skala 0 s.d.100.  Adapun kriteria hasil belajar ini adalah kemampuan menyelesaikan soal-soal aplikasi. 
            Untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal aplikasi adalah :
Pertama, dengan menghitung rata-rata dan nilai ketuntasan belajar siswa.
Tabel 2
Tabel Kerja Pengolahan Hasil Belajar

Siklus I
Siklus II
Rata-rata
Ketuntasan
Rata-rata
Ketuntasan
Hasil Belajar






Kedua, analisis data dilakukan pada tingkat perkembangan hasil belajar dari siklus ke siklus dengan didasarkan nilai kognitif. 



F.     Indikator Keberhasilan
            Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah ketuntasan klasikal yang diperoleh mencapai ≥ 85 % siswa memiliki kemampuan menyelesaikan soal-soal aplikasi konsep dimensi tiga dengan kategori baik dan sangat baik.






IV.  Daftar Pustaka

Abdurahman, M. (2000). Matematika SMK Tingkat 2.  Bandung: Amrico


Alamsyah, M.K.  dkk. (2006).   Matematika SMK Tingkat 2.  Bandung: Armico


Amin, Siti M. (2004). Geometri Dimensi Tiga.  Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional


Arikunto, Suharsimi. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Negeri Yogyakarta. (http://muhlis.files.wordpress.com/2008/05/ptk-ok-suharsini-arikunto.pdf)        [10 Januari 2010]


Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara


Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka


Djamarah, Syaiful Bahri.  (2008).  Psikologi Balajar.  Jakarta: Rineka Cipta


Ester, Rostikah. (2007).  Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Dengan Teknik Think-Pair-Square Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematis Siswa SMK.  Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan


Fajaroh, Fauziatul. (2008).   Pembelajaran Dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). (http://massofa.wordpress.com/2008/01/06/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle/) [2 Desember 2009]


Garcia, G., Higueras, F.J.yR. dan Luisa. (2004). Mathematical Praxeologies of Increasing Complexity: Variation Systems Modelling in Secondary Education.[online]. http://www.cerme4.crm.es/papers%definitius/13/GarciaRuiz    [6 Januari 2010]

Iskandar.  (2009).  Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru.  Jakarta: GP Press


Kasmina, dkk. (2006).  Matematika SMK Tingkat 2.  Jakarta: Erlangga

Kholil, Anwar. (2009). Teori Perkembangan Kognitif Piaget . (http://anwarholil.blogspot.com) [6 Januari 2010]


Kunandar. (2008).  Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru.  Jakarta: Rajawali Press


Laily, Afrida Huriyatul. 2007. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengaplikasikan Konsep Matematika. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan


Lawson, A. E. (1998). Science Teaching and The Development of Thinking. Wadsworth Publishing Company


Lorsbach, Anthony W.  The Learning Cycle`as tool for Planing Science Instruction
        (http://www.coe.iltsu.edu/scienceed/lorsbach/275Ircy.htm).  [2 Desember 2009]


Permen Diknas. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.  Jakarta


Riyanto, Yatim. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi vagi Guru dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas.  Jakarta: Prenada Media


Shadiq, Fajar. (2008).  Untuk Apa Belajar Matematika?, (http://fadjar p3g.wordpress.com/2008/12/08-utkapabdment-widya-pdf)  [17 Januari 2010]


Santyasa, I Wayan. (2007).  Metodologi Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Pendidikan Ganesha. (http://www.santyasa.com/) [27 Januari 2010]


Santoso, Z. (2000). Struktur dan Pola Pembelajaran Mekanika di Sekolah Kejuruan dengan Model Pengajaran Konstruktivisme. Thesis pada PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan


Simon, Martin A. (1992).  Learning Mathematics and Learning to  Teach: Learning Cycles in Mathematics Teacher Education. Penn State University. (http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/custom/portlets/recordDetails/detailmini.jsp?_nfpb=true&_&ERICExtSearch_SearchValue_0=ED349174&ERICExtSearch_SearchType_0=no&accno=ED349174).  [2 Januari 2010]

Sudrajat,  Akhmad (2008).  Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/). [2 Januari 2010]


Sugiono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta


Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi. PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan


Syah, M. (2000). Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya


Tatang.  (2005).  Penerapan Model Learning Cycle untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Kelas II SMA pada Pokok Bahasan Getaran dan Gelombang. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan


Taufiq.  (2009).  Model Pembelajaran Siklus Belajar Hipotetik Deduktif, Pemahaman Konsep, Keterampilan Generik Sains Dan Keseimbangan Benda Tegar. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan


Trianto.  (2009).  Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif.  Jakarta:  Kencana


Uno, Hamzah B.  (2007).  Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif.  Jakarta: Rineka Cipta


Yasmin, Martinis. (2008). Paradigma Pendidikan Konstruktivistik.  Jakarta: GP PRESS


____________, (2009).  Pedoman Umum Format Penulisan Tesis/Disertasi Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya.  Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya Palembang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar